Senin, 14 Mei 2018

Farah berjuang melawan kanker

Farah amalia bersama sang buah hati

Farah Amalia tak pernah menyangka dirinya akan menderita kanker tiroid yang bersarang di lehernya. Dirinya berbagi kisah dengan saya saat hadir dalam Peringatan Hari Kanker se-dunia oleh  PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) melalui Kalbe Ethical Customer Care (KECC) dan Indonesia Cancer Care Community (ICCC) di Kelapa Gading beberapa waktu lalu
Ia menceritakan, awalnya sejak dua tahun lalu muncul benjolan kecil dilehernya. Dirasa tak menimbulkan sakit lantas diabaikan benjolan tersebut.
"Pada 2015 sudah muncul benjolan kecil. Saya biarin aja hingga dua tahun. Kirain cuma bengkak biasa soalnya nggak kerasa sakit atau apa," beber wanita berusia 28 tahun ini.
Pada Agustus 2017, dirinya baru memeriksa ketika merasa benjolan semakin besar dan degup jantung semakin kencang.
Di tahun yang sama, Farah memutuskan menjalani USG di salah satu RS di Jakarta.  Saat itu, hasilnya belum menyebutkan kanker karena tiroidnya normal.
Namun oleh dokter, Ia disarankan untuk mengambil operasi pengangkatan karena dianggap benjolan tersebut tidak mengindahkan bentuk leher.
Setelah operasi, hasil daging yang diangkat tersebut diperiksa di laboratorium dan ternyata merupakan kanker tiroid ganas.
Setelah menjalani operasi, Farah pun dirujuk ke RS Kanker Dharmais untuk menjalani tindakan selanjutnya.
Di sana, dirinya kembali disarankan untuk operasi pengangkatan total karena di leher kirinya juga terdapat sel kanker tiroid berukuran sedang yang dikhawatirkan akan menyebar dan semakin parah.
"Awal-awal pasti shock. Merasa down, hancur dan putus asa. Tetapi setelah melihat wajah anak-anak ada rasa optimis untuk sembuh dan menjadi penyemangat hidup,” aku ibu dua anak ini sambil berkaca-kaca.
Motivasi dan dukungan yang didapatkan oleh Farah saat itu mengubah jalan hidupnya. Pada 13 Februari 2018 esok, dirinya akan menjalani operasi pengangkatan kanker tiroid kali ke dua.
“Semoga operasinya lancar dan dapat beraktivitas kembali seperti sedia kala,” harapnya.
Dia pun berpesan kepada para penderita kanker untuk tetap semangat menjalankan hidup. Jangan menyerah dengan keadaan. Kanker harus dilawan.
“Meski mengidap kanker tirod, saya tetap menjalankan bisnis catering. Jika mengikuti penyakit ini inginnya tidur terus. Tapi jika kita lawan pasti bisa,” pungkasnya.

Sabtu, 12 Mei 2018

Jansen Principal Ray White Danau Sunter

Jansens Gowinatha, Principal Ray White Danau Sunter 


Rajin, jujur, pekerja keras, tidak mudah menyerah, dan bekerja cerdas. Inilah prinsip hidup yang selalu dipegang Jansens Gowinatha, Principal Ray White Danau Sunter dalam menjalani bisnis agen properti.
Berkat prinsip tersebut sejak 2013  jansens telah memiliki kantor Agen properti miliknya sendiri yang beralamat di Kawasan Ruko Green Lake Sunter, Danau sunter selatan blok M1, Ruko TBS Nomor C, Sunter agung, Jakarta Utara.
Pria lulusan Ekonomi Manajemen Universitas Atma Jaya ini jatuh cinta kepada bisnis agen properti karena berbeda dengan pekerjaan yang lain yakni memiliki waktu yang fleksibel dan pendapatan yang lumayan besar. "Kalau kerja agen properti waktunya fleksibel kita yang mengatur sendiri dan pendapatan tergantung dari penjualan kita, semakin rajin semakin banyak pendapatannya," ungkapnya.
Dalam mengelola agen propertinya, peraih Penghargaan Top Five Selling Principal tahun 2015 ini menggunakan prinsip kekeluargaan. "Kalau bisa ada masalah, sebelum besar langsung diselesaikan secepatnya, secara kekeluargaan, sesuai aturan ,tidak mau ada yang berantem," katanya.
Jansen menyadari sebagai pemimpin ia harus mengayomi dan mendidik bawahannya dengan cara yang benar. Ia pun menekankan untuk bersikap jujur karena penting untuk kedepannya. "Kalau jujur pasti dipercaya orang, saat ini saya fokus mengajarkan para  marketing supaya bisa  menjadi top marketing sehingga bisa menjadi leader," pungkas ayah satu anak ini.

Jumat, 11 Mei 2018

Susy Andrian, Founder Travel Clubbers Indonesia

 Susy Andrian, Founder Travel Clubbers Indonesia.

Setiap manusia diciptakan oleh tuhan memiliki tujuan, bukan untuk diri sendiri tetapi bisa berguna untuk orang lain. Itulah prinsip hidup yang dipegang teguh oleh Susy Andrian, Founder Travel Clubbers Indonesia.
Terlahir dari keluarga berada dan serba kecukupan, awalnya membuat susy kurang menghargai sehingga tidak memaksimalkan dan mengembangkan dirinya. Hingga setelah menikah dan memiliki empat orang anak, ia merasakan ada yang kosong dalam dirimya dan mencari apa yang bisa dilakukannya.
"Meskipun sibuk, saya merasa masih ada sesuatu yang masih bisa saya lakukan. Sesuatu yang lebih buat orang lain, lalu mencari apa yang harus saya lakukan hingga akhirnya saya terlibat dalam komunitas ini. Saya lihat dan saya bisa memberkati banyak orang," cerita Susy.
Dalam memimpin  para wanita di komunitasnya, dirinya tidak menganggap sebagai atasan dan bawahan, tetapi semuanya adalah sahabat atau partner.
"Karena kami saling mengerti bahwa setiap dari kami berbeda,  kami saling menghargai. Karena kami saling menghargai, kita lebih bisa bertoleransi dan bekerja sama dalam melakukan segala hal sehingga setiap gol yang ingin kita capai bisa berhasil," katanya.
Kini komunitas yang dipimpin bersama sang suami telah memiliki lebih dari lima ribu member aktif di Indonesia. Susy pun berharap travell clubbers bisa menebarkan suka cita ke lebih banyak orang.
"Saat orang bergabung dengan kami mereka merasakan suka cita dan juga punya keinginan menebarkan suka cita ke banyak orang lagi," tutup wanita kelahiran Bandar Lampung, 7 agustus 1971 ini.

Djoko Kusumowidagdo sukses dirikan Outward Bound indonesia

Djoko Kusumowidagdo, MBA


Pantang menyerah, melakukan hal yang positif, melayani, mengabdi,  dan selalu bersyukur. Inilah prinsip hidup yang selalu dipegang teguh Djoko Kusumowidagdo, MBA. Atas dasar itu pula, Djoko mendirikan Outward Bound Indonesia pada 1990, sekolah alam yang fokus ke pembentukan karakter siswa.
Sejatinya, kegiatan outward bounddapat menumbuhkan kesadaran seseorang akan kekuatan dalam diri mereka untuk mencapai yang terbaik. “Mereka pun bisa melakukan dan membantu orang lain melakukan hal yang sama," tuturnya.
Hingga saat ini, sudah ada 80 ribu orang yang bergabung dari berbagai usia dan profesi. Termasuk, penyandang disabilitas. Djoko pun menjadi orang pertama di luar Amerika yang memperoleh penghargaan dari almamaternya, Portland State University pada 2014. “Ini pertama kali saya punya prestasi khusus lewat sekolah alam,” imbuhnya.
Bagi Djoko, pembentukan karakter harus diprioritaskan agar seseorang dapat mengenali potensinya. Djoko berbagi pengalamannya semasa kuliah. Dia harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhannya di Amerika.
“Ketika itu, orangtua hanya memberi bekal selama satu tahun. Biaya pendidikan saya dapat beasiswa dari pemerintah Amerika. Namun, untuk makan, saya rela bekerja serabutan. Pernah jadi tukang cuci piring di restoran, kerja di laboratorium, mengoreksi ulangan, dan lainnya. Perjuangan inilah yang membangun karakter saya,” pungkasnya.