Farah amalia bersama sang buah hati |
Senin, 14 Mei 2018
Sabtu, 12 Mei 2018
Jansen Principal Ray White Danau Sunter
Jansens Gowinatha, Principal Ray White Danau Sunter |
Rajin, jujur, pekerja keras, tidak mudah menyerah, dan bekerja cerdas. Inilah prinsip hidup yang selalu dipegang Jansens Gowinatha, Principal Ray White Danau Sunter dalam menjalani bisnis agen properti.
Berkat prinsip tersebut sejak 2013 jansens telah memiliki kantor Agen properti miliknya sendiri yang beralamat di Kawasan Ruko Green Lake Sunter, Danau sunter selatan blok M1, Ruko TBS Nomor C, Sunter agung, Jakarta Utara.
Pria lulusan Ekonomi Manajemen Universitas Atma Jaya ini jatuh cinta kepada bisnis agen properti karena berbeda dengan pekerjaan yang lain yakni memiliki waktu yang fleksibel dan pendapatan yang lumayan besar. "Kalau kerja agen properti waktunya fleksibel kita yang mengatur sendiri dan pendapatan tergantung dari penjualan kita, semakin rajin semakin banyak pendapatannya," ungkapnya.
Dalam mengelola agen propertinya, peraih Penghargaan Top Five Selling Principal tahun 2015 ini menggunakan prinsip kekeluargaan. "Kalau bisa ada masalah, sebelum besar langsung diselesaikan secepatnya, secara kekeluargaan, sesuai aturan ,tidak mau ada yang berantem," katanya.
Jansen menyadari sebagai pemimpin ia harus mengayomi dan mendidik bawahannya dengan cara yang benar. Ia pun menekankan untuk bersikap jujur karena penting untuk kedepannya. "Kalau jujur pasti dipercaya orang, saat ini saya fokus mengajarkan para marketing supaya bisa menjadi top marketing sehingga bisa menjadi leader," pungkas ayah satu anak ini.
Jumat, 11 Mei 2018
Susy Andrian, Founder Travel Clubbers Indonesia
Susy Andrian, Founder Travel Clubbers Indonesia. |
Setiap manusia diciptakan oleh tuhan memiliki tujuan, bukan untuk diri sendiri tetapi bisa berguna untuk orang lain. Itulah prinsip hidup yang dipegang teguh oleh Susy Andrian, Founder Travel Clubbers Indonesia.
Terlahir dari keluarga berada dan serba kecukupan, awalnya membuat susy kurang menghargai sehingga tidak memaksimalkan dan mengembangkan dirinya. Hingga setelah menikah dan memiliki empat orang anak, ia merasakan ada yang kosong dalam dirimya dan mencari apa yang bisa dilakukannya.
"Meskipun sibuk, saya merasa masih ada sesuatu yang masih bisa saya lakukan. Sesuatu yang lebih buat orang lain, lalu mencari apa yang harus saya lakukan hingga akhirnya saya terlibat dalam komunitas ini. Saya lihat dan saya bisa memberkati banyak orang," cerita Susy.
Dalam memimpin para wanita di komunitasnya, dirinya tidak menganggap sebagai atasan dan bawahan, tetapi semuanya adalah sahabat atau partner.
"Karena kami saling mengerti bahwa setiap dari kami berbeda, kami saling menghargai. Karena kami saling menghargai, kita lebih bisa bertoleransi dan bekerja sama dalam melakukan segala hal sehingga setiap gol yang ingin kita capai bisa berhasil," katanya.
Kini komunitas yang dipimpin bersama sang suami telah memiliki lebih dari lima ribu member aktif di Indonesia. Susy pun berharap travell clubbers bisa menebarkan suka cita ke lebih banyak orang.
"Saat orang bergabung dengan kami mereka merasakan suka cita dan juga punya keinginan menebarkan suka cita ke banyak orang lagi," tutup wanita kelahiran Bandar Lampung, 7 agustus 1971 ini.
Djoko Kusumowidagdo sukses dirikan Outward Bound indonesia
Djoko Kusumowidagdo, MBA |
Pantang menyerah, melakukan hal yang positif, melayani, mengabdi, dan selalu bersyukur. Inilah prinsip hidup yang selalu dipegang teguh Djoko Kusumowidagdo, MBA. Atas dasar itu pula, Djoko mendirikan Outward Bound Indonesia pada 1990, sekolah alam yang fokus ke pembentukan karakter siswa.
Sejatinya, kegiatan outward bounddapat menumbuhkan kesadaran seseorang akan kekuatan dalam diri mereka untuk mencapai yang terbaik. “Mereka pun bisa melakukan dan membantu orang lain melakukan hal yang sama," tuturnya.
Hingga saat ini, sudah ada 80 ribu orang yang bergabung dari berbagai usia dan profesi. Termasuk, penyandang disabilitas. Djoko pun menjadi orang pertama di luar Amerika yang memperoleh penghargaan dari almamaternya, Portland State University pada 2014. “Ini pertama kali saya punya prestasi khusus lewat sekolah alam,” imbuhnya.
Bagi Djoko, pembentukan karakter harus diprioritaskan agar seseorang dapat mengenali potensinya. Djoko berbagi pengalamannya semasa kuliah. Dia harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhannya di Amerika.
“Ketika itu, orangtua hanya memberi bekal selama satu tahun. Biaya pendidikan saya dapat beasiswa dari pemerintah Amerika. Namun, untuk makan, saya rela bekerja serabutan. Pernah jadi tukang cuci piring di restoran, kerja di laboratorium, mengoreksi ulangan, dan lainnya. Perjuangan inilah yang membangun karakter saya,” pungkasnya.
Langganan:
Postingan (Atom)